Bahagia Itu Sederhana




Hari ini aku merasa semua badan ku lemas tak berenergi. Padahal aku tak melewatkan sarapanku. Ku paksakan untuk masuk kelas hari ini karena jatah bolosku sudah habis dipakai.

Aku benar-benar lemas saat jam kuliah sudah berakhir. Teman-teman ku sadar dan memberi tahu betapa pucatnya wajahku. Tak kuat menuruni tangga ke lantai 1, aku duduk di depan kelas sambil mengumpulkan energi. Tiba-tiba cairan merah keluar dari hidungku. Mimisan. Ya, aku selalu mimisan saat sedang stress atau kelelahan.

Wajahku semakin pucat dan kurasakan tubuhku melemah. Kepala ku mulai terasa sakit dan berdenyut keras. Teman-teman yang melihatku mulai panik dan memberiku banyak tisu. Aku meminta salah satu teman ku untuk menghubungi 'dia'.

Ia datang setengah berlari menuju lantai 3 tempat ku berada. Kulihat wajahnya yang panik dan terengah-engah. Ia menghampiri ku dan bertanya apakah aku membawa obat. Ku beri anggukan singkat. Ia mengerti penyakitku sedang kambuh. Diambilnya obat dari tas ku dan memberiku air. Setelah ku minum obat itu, ia bertanya apakah aku bisa berjalan. Ku beri anggukan lagi. Ia membawa tas ku dan membopongku. Di lantai 2 ia tak tahan dan menggendongku di punggungnya. Aku yang lemah hanya bisa pasrah saat ia membawaku.

Ia mengantarku pulang ke kamar kos ku. Saat ku beristirahat, ia keluar mencari bubur dan beberapa koyo. Ia tetap disampingku sampai matahari terbenam. Terkadang, aku merasa kebahagiaan itu sederhana dan begitu dekat untukku. Aku bersyukur.

#CeritaPendekSekali

Comments

Popular posts from this blog

Matematika dan Segala Drama-nya

Ditinggal Nikah

Yet to Come