Cincin Bermata Satu




Aku mematut diriku di depan cermin untuk terakhir kalinya, memastikan penampilan ku sempurna. Aku tersenyum gugup, memperlihatkan pantulan cermin yang juga tersenyum menatapku. Hati ku berdebar kencang, aku sedikit takut ia akan meledak. Malam ini malam yang penting. Sekali lagi aku memeriksa saku dalam jaket ku, memastikan kotak beludru merah itu ada disana. Memastikan semuanya sempurna malam ini. 

Aku meraih kunci mobil dan melaju menuju rumah kos gadis itu. Ia sudah menunggu di depan dan segera masuk mobil ketika aku berhenti. Ia begitu cantik malam ini. Menggunakan terusan berwarna hitam, senada dengan baju atasan ku. Malam ini kami akan berjalan - jalan menikmati malam kamis yang cerah, merayakan hari jadi kami yang ke lima tahun. Aku melajukan kembali mobil ku menuju street food di kota ini. Daripada cafe, kami lebih senang menghabiskan waktu bersama di street food ataupun warung lamongan favorit kami. Jalanan lenggang. Jam pulang kantor sudah berlalu sejam yang lalu. Ditambah lagi hari ini bukan weekend, sehingga kami bisa melenggang tanpa hambatan.

Setibanya di street food, kami berkeliling melihat deretan stand makanan yang tersedia. Setelah memilih dan memesan beberapa menu, kami mencari tempat duduk. Di pojokan yang luas, sedikit terpisah dari orang - orang. Tempat yang bagus untuk mengobrol dengan leluasa tanpa harus mengeraskan volume karena kebisingan sekitar. Kami mengobrol banyak hal. Sudah satu minggu kami tidak bertemu karena kesibukan kantor masing - masing. Sesekali kami saling melempar lelucon dan tertawa dengan lelucon garing itu. Aku menggenggam tangannya lembut. Ia menatapku dan ku lihat semburat kememerahan di pipinya. Ia mulai tersenyum malu - malu. Ia selalu seperti itu setiap aku melakukan hal manis padanya. Hatiku berdesir melihatnya.

Makanan kami tiba tak lama kemudian. Kami memesan cukup banyak makanan. Ia mengatakan bahwa ia belum memakan apapun sejak tadi sore dan sangat kelaparan saat ini. Jangankan ketika lapar, saat kami sedang dalam kondisi normal pun porsi makan kami memang banyak. Kami melanjutkan obrolan dan candaan sambil menghabiskan makanan. Saat makanan kami hampir habis, ia berkata bahwa ia ingin makan es krim yang berada di stand ujung jalan. Aku menuruti keinginannya dan memesankan es krim untuknya. 

Ia tengah melahap es krimnya sambil tertawa lebar saat aku berkata bahwa aku ingin membicarakan hal penting. Ia menatapku dan memberi isyarat "ada apa?" dengan matanya. Melihat ekspresiku yang serius, ia menghentikan makannya dan memperhatikanku dengan seksama. Aku berdeham, meredam degup jantung yang semakin keras. Bahkan aku curiga ia dapat mendengar degup jantung ini.

Aku memulai pembicaraan ini dengan sedikit basa - basi. Tentang sudah lamanya kita menjalani hubungan ini, bertahun - tahun sudah dilewati bersama. Kita sudah mengetahui baik dan buruknya tabiat masing - masing. Sudah saling mengerti diri masing - masing. Ia masih memperhatikan, tidak mengerti arah pembicaraan. Aku mengeluarkan kotak beludru merah dari saku jaketku dan ku lihat matanya membesar. Nafasnya tercekat. Ia menutup mulutnya yang setengah terbuka. Aku berdeham, memantapkan kalimat yang akan kuucapkan.

"Maukah kau menghabiskan sisa hidup denganku? Menjadi istri dan ibu dari anak - anak ku kelak?"

Ia masih menatapku tak percaya. Matanya berkaca - kaca.

"Maukah kau menjadi istriku?"

Air matanya menetes, seiring dengan anggukan. Ia tersenyum lebar dan memelukku erat. Aku balas memeluknya. Terasa hangat. Sangat hangat. Ku rasakan degup jantung ku tak sekeras tadi. Aku berhasil mengatakannya dengan lancar.

Ia melepaskan pelukannya. Ku ambil cincin putih bermata satu itu dan memakaikan di jari manisnya. Indahnya. Ia masih tersenyum lebar dan meneteskan air mata. Aku menghapus air mata itu dan berkata aku menyayanginya. Ia membalas mengatakan ia juga menyayangiku. Oh Tuhan, aku benar - benar menyayanginya. 

Malam semakin larut. Kami berjalan meninggalkan street food itu menuju parkiran. Aku menggenggam tangannya erat. Ia memeluk lenganku. Hari ini akan jadi hari tak terlupakan dalam hidupku.

#CeritaPendekSekali

Comments

Popular posts from this blog

Ditinggal Nikah

Matematika dan Segala Drama-nya

Yet to Come