Mantan
Pagi
itu aku merasa demam.
Sudah
dua hari ini aku merasa pusing dan selalu muntah - muntah setiap sore menjelang
malam. Maag ku sedang parah sepertinya. Setelah meminum beberapa obat, ku
paksakan pergi ke kampus menggunakan ojek. Aku tetap harus masuk kelas karena
hari ini diadakan kuis dan tidak ada susulan. Beruntungnya aku hanya ada satu
kelas hari ini.
Setelah
kuis berakhir, aku segera pulang ke kos – an ku. Badan ku semakin tak karuan. Aku
kembali memesan ojek karena tak yakin bisa sampai kos – kosan ku dengan selamat
jika aku pulang menggunakan angkutan umum. Badan ku sudah benar – benar lemas
saat aku naik ke lantai dua dimana kamar ku berada. Saat membuka kunci kamar,
ku rasakan sakit kepala hebat dan tiba – tiba saja semuanya menjadi gelap.
Mataku
perlahan terbuka karena mencium bau kayu putih. Ku lihat aku terbaring lesu di
lantai depan kamar ku. Beruntungnya aku ditemukan oleh teman kos ku. Segera setelah
aku sadar, ia langsung membopongku menuju motornya dan membawa ku ke UGD rumah
sakit terdekat. Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa maag beserta
vertigo ku kambuh. Ia bilang aku harus makan tepat waktu dan tidak boleh banyak
pikiran. Ya, belakangan ini memang aku sedang banyak pikiran. Memikirkan hubungan yang berakhir dengan tidak baik – baik saja tentu membuat mu banyak pikiran,
bukan? Aku diberi dua botol obat dan satu botol infusan untuk dihabiskan di UGD
itu. Hidungku juga dicecoki selang oksigen. Beruntungnya aku, tidak sampai
harus dirawat. Teman ku masih setia menunggu ku di UGD itu.
Handphone
ku berdering tak lama kemudian. Itu pesan dari grup teman – teman organisasi ku
dulu. Kami memang berencana berkumpul dan makan bersama di luar sore ini. Sayangnya,
aku malah terbaring lemah di ruang UGD. Aku mengirim mengabari mereka bahwa aku
tidak bisa ikut perkumpulan hari ini karena sakit. Tentu saja mereka bertanya
aku sakit apa. Teman ku yang menemaniku di UGD memberikan foto kita berdua,
dengan aku yang terlihat memakai selang oksigen dan infusan. Kebetulan teman ku
ini juga satu organisasi dengan ku dulu. Teman – teman di grup ku langsung
heboh dan bertanya aku dirawat dimana dan sakit apa. Aku hanya diam karena
kepala ku mulai terasa sakit lagi. Teman ku yang membalasnya untuk ku.
Tiga
puluh menit kemudian, dua teman organisasi ku datang menjenguk ku di ruang UGD.
Mereka membawa minuman dan beberapa makanan ringan. Setelah mengomeli ku
tentang pentingnya makan teratur dan istirahat yang cukup, kami mengobrol
ringan. Tak lama setelahnya, dua teman ku yang lain datang membawa roti dan
minuman manis. Aku menunggu ‘mantan’ ku datang menjengukku, tapi sampai sejam
ke depan ia tidak muncul di hadapan ku. Aku menyerah menunggunya. Harusnya ia
tahu. Ia ada di grup organisasi yang sama dengan ku.
Setelah
obat dan infusan ku habis, aku dibolehkan pulang. Teman ku mewakili ku membayar
biaya perawatan dan menebus obat untuk dibawa pulang. Aku pun mengucapkan
terima kasih kepada teman – teman ku yang sudah menemani ku dan pulang ke kosan
bersama teman satu kos – an ku. Acara berkumpul hari ini dibatalkan, karena aku
sakit dan sebagian dari mereka menemani ku di rumah sakit. Sesampainya di kos –
an, teman ku membantuku untuk istirahat dan memberikan beberapa cemilan untuk
ku makan. Ia pamit untuk pergi kerja kelompok di luar dan mengatakan untuk menghubunginya
jika aku butuh apa – apa. Aku mengangguk dan mengatakan banyak terima kasih
padanya.
Saat
aku mulai memejamkan mata, handphone ku bordering. Ku lihat ada pesan masuk
dari ‘mantan’ ku.
“sudah
pulang ke kos – an?”
“sudah”
“apakah
aku boleh berkunjung ke sana?”
“ada
perlu apa?”
“…”
Ia
tidak membalas. Tiga menit kemudian ia mengirim pesan lagi.
“bolehkah?”
“terserah”
Setelah
ku balas, aku kembali memejamkan mata. Tiba – tiba kepala ku terasa sangat
sakit dan ku rasa sangat mual. Aku berlari ke toilet dan memuntahkan isi
perutku. Setelah reda, aku mengoleskan minyak kayu putih ke perutku dan
menempelkan salonpas koyo ke keningku untuk meredakan sakit kepala. Saat mencoba
untuk berbaring, aku kembali mual dan muntah di kamar mandi. Muntah kali ini sangat
banyak dan aku sudah benar – benar lemas. Tiba – tiba ada tangan yang memijit
leher ku dengan lembut. Aku kaget. Saat ku lihat, itu tangan ‘mantan’ ku. Aku lupa
bahwa ia masih memegang kunci cadangan kamar kos – an ku. Ia memijitku untuk
membantu ku muntah. Setelah reda, aku membersihkan bekas muntahan dan kembali
ke kamar ku. Aku kembali berbaring di atas kasur ku. Ku lihat ia membawa bubur,
satu bungkus salonpas koyo, dan beberapa cemilan serta roti. Ia membuat kan ku
segelas teh manis hangat. Setelah ku minum, kurasakan tenggorokan ku menghangat
dan perutku membaik. Ia memberikan ku bubur dan memberikan beberapa obat yang
harus ku minum setelahnya. Aku mengucapkan terima kasih, menunggu omelannya
seperti biasa. Tapi omelan itu tidak keluar dari mulutnya. Bahkan ia belum
mengatakan apapun pada ku hari ini.
Setelah
selesai makan dan minum obat, aku kembali merebahkan badanku. Aku mengantuk. Saat
aku mulai tertidur, ku rasakan ia membenarkan posisi selimut ku dan tangannya
mengelus ringan kepala ku sambil berkata “jaga kesehatan, jangan banyak pikiran”.
Aku yang setengah tertidur membiarkan itu. Ku rasakan ia beranjak dan mengganti
lampu kamar ku dengan lampu tidur. Ia keluar kamar ku dan menutupnya dari luar.
Ia pulang. Apa – apaan ini. Ia sudah menjadi mantan ku namun mengapa tetap
melakukan ini pada ku. Bersikap sangat manis seolah – olah aku masih
kekasihnya. Pertanyaan itu tak terjawab dan terbawa tidur oleh ku. Aku benar –
benar mengantuk.
#CeritaPendekSekali
Comments
Post a Comment