Manusia Tanpa Cerita



Ia hidup.
Setidaknya itulah yang terlihat.
Tapi aku tak tahu, apakah jiwanya pun turut hidup atau tidak.

Ia tak punya nama.
Atau hanya aku lah yang tak tahu nama dari dirinya, sehingga ku anggap ia tak punya nama.

Ia tersenyum, kadangkala tertawa.
Tapi aku tak mengerti, mengapa matanya redup saat ia tersenyum.
Apakah senyumnya hanya sebatas tarikan bibir agar terlihat hidup?

Ia selalu ada untuk mendengarkan.
Aku yang selalu banyak berbicara, bercerita, berkhayal, mendongeng.
Ia hanya disana, diam mendengarkan.
Saat ku tanya apakah ia punya cerita, ia selalu menggeleng.
Seolah ia hidup tanpa alur.
Hidup yang hanya dijalani karena harus dijalani.

Saat cerita ku sudah habis dibagi, kami kehabisan topik percakapan.
Hanya diam saling melihat, tanpa ada satu pun kata yang terucap.
Kadangkala situasi ini tetap menyenangkan. Tapi seringkali, ini membuatku sedih.
Tak sekali – dua kali aku melihat binar matanya hilang. Redup. Seolah ia memang tak hidup.
Aku tak mampu menghidupkan binar itu. Mungkin memang bukan aku orang yang tepat.
Entah sampai kapan, aku bisa menemaninya.
Atau lebih tepatnya, entah sampai kapan aku boleh menemaninya.


#NgomongSendiri

Comments

Popular posts from this blog

Ditinggal Nikah

Matematika dan Segala Drama-nya

Yet to Come